Tuesday 15 December 2015

Cinta Membunuhku

“Jangan pergi Fil, Please…”
“Aku tahu aku salah, aku tidak tahu kalau semuanya akan seperti ini. Tadinya aku hanya ingin menawarkan persahabatan saja padanya. Mendengarkan setiap kali ia menceritakan tentang kekasihnya yang menyakitinya. Menjambaknya, menamparnya, bahkan sempat membuat jarinya retak karena dipukul batu bata.”

“Sudah cukup!”
“Sudah aku katakana berulang kali kalau kamu terlalu baik pada wanita, siapapun itu. Seandainya kamu bisa membedakan mana rasa cinta dan kasihan mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya. Kamu yang harus menanggung aib yang ia dapatkan atas kesalahan kekasihnya itu. Lalu aku bisa apa?”
“Apa yang harus aku lakukan sekarang jika bukan menjauh dari kehidupanmu. Tidak mungkin aku terus bersamamu sementara sebentar lagi kamu akan meninggalkanku karena harus menikahinya, sahabatmu itu.” Mata Filla tak hentinya mengeluarkan air mata. Semakin ia tahan, semakin sulit membendungnya.

“Maafkan aku Filla, seandanya kamu tahu…aku terlampau mencintaimu. Tapi aku juga tidak tega membiarkan sahabatku menerima aib. Walaupun itu ulang mantan kekasihnya. Sekarang ia sendiri, ditinggalkan oleh mantan kekasihnya, keluarganya. Hanya aku yang dapat menolongnya.” Tangan Adit tak lepas dari tangan Filla. Sepertinya sulit untuk membiarkan kekasihnya, cinta pertamanya, wanita yang ia cintai setengah mati harus pergi dari kehidupannya karena ulahnya sendiri.

“Iya, aku maafkan, sudahlah Dit. Semakin lama kamu begini membuatku semakin sulit untuk memaafkan dan melupakanmu. Biarkan aku pergi selamanya dari kehidupan kalian. Fina, dan anak yang ada di dalam kandungannya pasti akan membuatmu melupakan aku. Cepat atau lambat. Sementara aku?” Filla berusaha keras melepas tangan Adit dan berlari secepat mungkin meninggalkan Adit. Dengan gerimis di sore itu, yang membuat air mata dan hujan laksana air yang berlarian membasahi pipinya.

Sejauh apapun aku berlari, aku tak bisa mengurai sakit hati ini. Sulit untukku mengumpulkan serpihan hati yang telah ia koyak habis dengan keputusannya untuk menikahi Fina. Semua janji yang dulu ia ucapkan, berkali-kali ia bisikan di telingaku sudah ia lupakan. Semuanya sama seperti debu-debu itu. Habis digerus air hujan yang mengalir deras.

“Adit, aku menyesal pernah mengenal dan jatuh cinta kepadamu. 5 tahun hubungan kita tidak ada artinya. Semuanya sia-sia, bahkan hanya membuang waktuku saja.”
“Baiklah, sekarang aku akan pergi darimu, meninggalkan semua kenangan denganmu. Kenangan tentang kita yang pernah sama-sama merenggut indahnya cinta.”


Mobil sedan merah itu meluncur sangat cepat, dengan Filla di belakang kendali. Masih dengan tatapannya yang kosong. Bahkan ia tidak menyadari bahwa yang ia lihat adalah dirinya sendiri. Dengan pecahan kaca di wajahnya dan darah yang mengalir deras keluar dari tubuhnya. Badannya kaku tak bergerak sama sekali dengan klakson yang terus berbunyi di sebuah hutan pinus di kawasan Bandung Utara.***TAMAT

No comments:

Post a Comment