“Jangan
pergi Fil, Please…”
“Aku
tahu aku salah, aku tidak tahu kalau semuanya akan seperti ini. Tadinya aku
hanya ingin menawarkan persahabatan saja padanya. Mendengarkan setiap kali ia
menceritakan tentang kekasihnya yang menyakitinya. Menjambaknya, menamparnya,
bahkan sempat membuat jarinya retak karena dipukul batu bata.”
“Sudah
cukup!”
“Sudah
aku katakana berulang kali kalau kamu terlalu baik pada wanita, siapapun itu.
Seandainya kamu bisa membedakan mana rasa cinta dan kasihan mungkin tidak akan
seperti ini kejadiannya. Kamu yang harus menanggung aib yang ia dapatkan atas
kesalahan kekasihnya itu. Lalu aku bisa apa?”
“Apa
yang harus aku lakukan sekarang jika bukan menjauh dari kehidupanmu. Tidak
mungkin aku terus bersamamu sementara sebentar lagi kamu akan meninggalkanku
karena harus menikahinya, sahabatmu itu.” Mata Filla tak hentinya mengeluarkan
air mata. Semakin ia tahan, semakin sulit membendungnya.
“Maafkan
aku Filla, seandanya kamu tahu…aku terlampau mencintaimu. Tapi aku juga tidak
tega membiarkan sahabatku menerima aib. Walaupun itu ulang mantan kekasihnya.
Sekarang ia sendiri, ditinggalkan oleh mantan kekasihnya, keluarganya. Hanya
aku yang dapat menolongnya.” Tangan Adit tak lepas dari tangan Filla. Sepertinya
sulit untuk membiarkan kekasihnya, cinta pertamanya, wanita yang ia cintai
setengah mati harus pergi dari kehidupannya karena ulahnya sendiri.
“Iya,
aku maafkan, sudahlah Dit. Semakin lama kamu begini membuatku semakin sulit
untuk memaafkan dan melupakanmu. Biarkan aku pergi selamanya dari kehidupan
kalian. Fina, dan anak yang ada di dalam kandungannya pasti akan membuatmu
melupakan aku. Cepat atau lambat. Sementara aku?” Filla berusaha keras melepas
tangan Adit dan berlari secepat mungkin meninggalkan Adit. Dengan gerimis di
sore itu, yang membuat air mata dan hujan laksana air yang berlarian membasahi
pipinya.
Sejauh
apapun aku berlari, aku tak bisa mengurai sakit hati ini. Sulit untukku
mengumpulkan serpihan hati yang telah ia koyak habis dengan keputusannya untuk
menikahi Fina. Semua janji yang dulu ia ucapkan, berkali-kali ia bisikan di
telingaku sudah ia lupakan. Semuanya sama seperti debu-debu itu. Habis digerus
air hujan yang mengalir deras.
“Adit,
aku menyesal pernah mengenal dan jatuh cinta kepadamu. 5 tahun hubungan kita
tidak ada artinya. Semuanya sia-sia, bahkan hanya membuang waktuku saja.”
“Baiklah,
sekarang aku akan pergi darimu, meninggalkan semua kenangan denganmu. Kenangan
tentang kita yang pernah sama-sama merenggut indahnya cinta.”
Mobil
sedan merah itu meluncur sangat cepat, dengan Filla di belakang kendali. Masih
dengan tatapannya yang kosong. Bahkan ia tidak menyadari bahwa yang ia lihat
adalah dirinya sendiri. Dengan pecahan kaca di wajahnya dan darah yang mengalir
deras keluar dari tubuhnya. Badannya kaku tak bergerak sama sekali dengan
klakson yang terus berbunyi di sebuah hutan pinus di kawasan Bandung
Utara.***TAMAT
No comments:
Post a Comment