Mutusin
atau diputusin? Kadang pertanyaan ini sering menjadi pertanyaan yang hadir
dalam kehidupan percintaan seseorang. Biasanya menjadi pertanyaan terbesar
ketika kita merasa kalau cinta sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Sah-sah
saja sih sebetulnya putus cinta, karena memang begitulah kehidupan. Ada permulaan pasti ada
akhir, ada pertemuan pasti ada perpisahan. Jadi ketika kamu siap menjalin
komitmen untuk menjadi pacar seseorang kamu juga harus siap jika suatu saat
kamu akan berpisah.
Banyak
penyebab perpisahan yang mungkin akan melanda salah satu dari kamu yang mungkin
saat ini sedang mesra-mesranya atau sedang hot-hot nya. Air kali panas :D Bisa
jadi karena ada orang ke-3, bisa karena salah satunya sudah bosan, bisa karena
merasa tidak cocok lagi,, bisa karena adanya perbedaan yang sulit untuk
disatukan, dll.
Tapi
intinya yang ingin Atha bahas kali ini adalah tentang enak atau enggaknya
mutusi dan diputusin. Siapa tahu ini bisa sedikir memberi pencerahan untuk kamu
yang sedang galau dan ingin mengakhiri sebuah hubungan dengan pacar kamu.
Kenapa pacar, karena kalau sudah menikan lavelnya sudah lebih tinggi.
Jadi
sangat tidak disarankan untuk bercerai karena menurut Atha ketika seseorang
sudah siap menikah dan memilih seseorang untuk menjadi suami atau istrinya maka
ia sudah memilih orang yang akan menjadi teman hidupnya sampai maut memisahkan.
Ya, seperti itulah idealnya…hanya orang yang pacaran yang boleh ada kata putus.
Keuntungan
dan Kerugian Mutusin
·
Lebih bermartabat
·
Lebih siap berpisah
Selain itu ketika
kita memutuskan seseorang tingkat penderitaan orang yang memutuskan biasanya
lebih rendah dibandingkan dengan yang diputuskan. Hal ini terjadi karena
tingkat kesiapan seseorang yang memutuskan sebuah hubungan itu lebih tinggi
dari pihak yang diputusin. Itulah sebabnya seringkali kita melihat pihak yang
mutusin itu lebih berbahagia setelah putus dibandingkan dengan yang
diputusinnya yang merasa menderita karena patah hati.
·
Lebih puas
Biasanya orang yang
memutuskan merasa lebih puas karena seolah-olah ia telah berhasil membuat ia
merasa tidak membutuhkan sang mantan lagi. Menjadi jomblo rasanya lebih baik baginya
daripada status berpacaran tapi tidak bahagia. Itulah sebabnya muncul berbagai
istilah seperti “jojoba” yang merupakan singkatan dari Jomblo-Jomblo Bahagia
atau “Jones” Jomblo happiness.
·
Menjadi subjek lebih menyenangkan
Ketika kita berada
pada posisi subjek maka akan lebih menyenangkan dibandingkan menjadi objek.
Sebagai subjek kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan tanpa beban
termasuk memutuskan sebuah hubungan. Sementara ketika berada di posisi objek
maka yang terjadi adalah mendapat akibat dari apa yang dilakukan si subjek.
·
Mudah untuk Comeback
Ketika kamu menjadi
seseorang yang posisinya sebagai pihak yang memutuskan sebuah hubungan akan
mudah juga untuk minta balikan. Ketika kamu merasa bahwa sang mantan masih
tidak bisa pergi dari bayanganmu maka kamupun akan dengan mudah untuk minta
jadian lagi. Resikonya jika sang mantan ternyata enggan kembali dan justru
memilih orang lain untuk menjadi pacarnya. Beuh…sakitnya tuh di sini. (Sambil
nunjuk dada).
Biasanya orang yang
mutusin adalah orang yang sudah sangat siap untuk berpisah dengan seseorang.
Bisa jadi karena ada cinta di masa depan yang sudah dilihatnya di depan mata
atau karena ia memang sudah lelah dengan terus berhubungan dengan sang mantan.
Bisa juga karena ia merasa akan lebih baik jika ia menjalani kehidupannya
seorang diri daripada merasa tersiksa atau terbebani dengan status ‘pacaran’.
Tidak sedikit juga yang memutuskan karena ia merasa sang mantan sudah menyakiti
hatinya dan merasa ia sudah tidak layak untuk tetap menjadi kekasih.
(to be continue)
No comments:
Post a Comment